
Perhelatan Ramadhan segera berakhir. Ibarat pasar, beberapa pedagang sudah menggulung tikar. Merapikan peralatan dan mulai menghitung laba yang diperoleh. Ada yang tersenyum senang karena dagangannya laris manis. Ada yang mangut-mangut karena baru pertama kali ikut berjualan, dan hanya beberapa rupiah keuntungan yang masuk ke kantongnya. Ada yang melihat iri dari kejauhan, karena tidak ikut merasakan laba yang diperoleh. Namun segera berlalu, mungkin karena malu atau karena lebih memilih menjadi pembeli saja. Tak menghasilkan apa-apa, kecuali memuaskan hasrat nafsu berbelanja.

Begitulah kira-kira analogi, bagi mereka selama berada di bulan Ramadhan ini. Bagi mereka yang senantiasa terjaga dengan segala limpahan berkah Ramadhan. Bagi mereka yang sadar dengan kemuliaan Ramadhan. Mereka ibarat saudagar yang tengah bertransaksi dengan Allah. Mereka mempersembahkan amalan puasa dan shalatnya, lebih dari sekedar amalan wajib kepada Allah. Mereka memberikan amalan sunnah nafilah yang dianjurkan kekasih Allah, Rasulullah saw.
Sehingga, tidak ada alasan bagi Allah untuk tidak membalas semuanya. Karena, khusus amalan puasa, itu untukNya dan Allah yang akan membalasnya langsung.
Maka berlebaran adalah perayaan kemenangan. Tapi, untuk siapa?
Tentu saja, untuk mereka yang berhasil menundukkan hawa nafsu selama Ramadhan. Yang rela menahan lapar dan dahaga serta syahwat seksual di siang hari. Yang rela mengurangi jam tidur di malam hari untuk beribadah. Yang rela mengurangi aktivitas tak bermanfaat, hanya agar setiap detik di hari-hari Ramadhan menjadi bernilai.
Maaf saja…. Lebaran bukan untuk mereka yang tidak berpuasa. Karena, tidak ada puasa berarti tidak ada Idul Fitri. Seperti halnya, tidak ada bulan Syawal tanpa dimulai dengan Ramadhan. Mengapa pula, mereka yang tidak berpuasa justru sibuk mempersiapkan Lebaran? Sedangkan mereka yang khusyuk dengan puasa, justru mengasingkan diri dari kesibukan idul fitri, dari kesibukan belanja dan kesibukan lain yang melenakan. Karena tidak ada Idul Fitri bagi mereka yang teralihkan oleh godaan duniawi.
Sungguh kasihan, mereka yang tertipu dengan perayaan. Mereka mengagungkan penampilan fisik di hari Fitri. Pakaian baru, kendaraan baru, perabotan baru dan sebagainya. Tapi tertunduk malu atau malah membuang muka tanda tak suka, kala ditanya berapa hari puasa yang ia tinggalkan. Berapa juz yang ia selesaikan selama tadarus. Atau, berapa rupiah yang telah dikeluarkan untuk zakat, infak dan sedekah?

Ramadhan segera pergi. Harusnya setiap hati seorang muslim itu menangis. Karena sekali lagi, bulan Ramadhan kembali pergi dalam masa usianya. Namun hampir tak membekas apa-apa kepada jiwa, kepada iman dan kepada masyarakat secara keseluruhan. Masih sanggupkah kita berharap agar masih bisa dipertemukan dengan Ramadhan tahun depan, sedangkan setiap Ramadhan kita berlaku lalai dengannya…
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H…
Mohon Maaf Lahia danBatin….
Ramadahan yang berdampingan dengan Pandemi, Semoga menjadikan kita sebagai manusia yang lebih bertawwakal dan bertaqwa…
Ora Dolan Tetap Seduluran…